30 Maret 2009

Anak berbuat....ortu harus bertanggung jawab...

Ternyata menarik juga menjadi orang tua itu, kadang bisa senang, kadang bisa juga kesal atau sedikit geli gitu jika melihat kelakuan anak-anak kita. Betul juga pepatah jawa dulu bahwa "anak polah, bopo kepradah". Kurang lebih begitu yang kualami hari kemarin.

Seperti biasa, aku jemput anakku yang masih duduk di Sekolah Dasar kelas dua, hanya kali ini ia pulang sekolah pukul 12.00. Ini karena seminggu ini di sekolah diadakan tes formatif ke-2. Kalau tidak ujian demikian, anakku pulang rata-rata pukul 14.00 WITA. Betapa panasnya hari itu, tetap juga aku harus menjemput anakku tersebut. Yang lebih repot lagi jikalau terjadi hujan deras saat waktunya harus menjemput. Sepulang dari sekolah tersebut aku singgah dulu di kantor untuk Sholat dhuhur dan sekalian mengambil makan siang yang memang sudah aku pesan setiap siangnya untukku berdua dengan Hanan. Kemudian kami pulang ke rumah. Aku langasung saja duduk dan bersiap-siap makan berdua bersama anakku.

Yah beginilah keadaanku sementara waktu di Samarinda ini, karena di sini aku masih hanya berdua dengan anakku yang tertua tersebut. Hingga semuanya kami lalui hanya berdua, tanpa istri dan kedua anakku yang kecil lainnya. Sehingga praktis semua pekerjaan kutanggung sendiri, berlaku sebagai orang tua tunggal.

Di sela-sela makan tersebut, aku menerima telepon dari seorang ibu yang mengaku orang tua dari teman anakku di sekolah. Ia menanyakan tentang buku pelajaran yang dipinjam anakku dari anaknya yang sampai hari itu belum dikembalikan. Padahal besok harinya merupakan ujian mata pelajaran tersebut. Aku terkejut mendengarnya, mana lagi alamat temannya anakku itu kami belum tahu. Mau marah pada anak, juga tidak ada gunanya karena itu telah terlanjur. sekarang bagaimana cara penyelesaiaannya saja yang dipikirkan. Memang sih beberapa hari yang lalu anakku pernah pinjam buku fiqh juga untuk dicopy. Hanya saja ketika dia pinjam buku bahasa indonesia ini, kemungkinan anakku lupa bilang padaku untuk mengcopynya, padahal buku itu dipinjam hari jumat kemarin. Kebetulan waktu aku cari buku tersebut di beberpa toko buku di kota ini, tidak kudapatkan.

Jadilah hari itu kupercepat makan siangku kali ini. Kemudian kucopy dan kuusahakan mengembalikan buku tersebut kepada teman anakku. Hanya saja untuk menemukan rumahnya katanya agak sulit, karena jalan yang memang mungkin dianggap susah untuk dicari. Jadinya kami sepakat untuk bertemu dengan orang tuan teman anakku tersebut di tempat kerjanya. Kebetulan tempat kerjanya merupakan fasilitas umum yang kemungkinan mudah untuk dijangkau, yaitu sebuah Rumah Sakit yang bernama "Siaga". Inipun sebenarnya aku belum tahu lokasi pastinya. Kubuka peta kota yang telah kubeli beberapa minggu yang lalupun ternyata nama rumah sakit tersebut belum tercatat, mungkin merupakan rumah sakit baru. Ya akhirnya dengan berbekal tanya teman di kantor dan melalui telpon orang tua teman anakku tersebut, akhirnya ketemu juga rumah sakit itu. Walau untuk mencarinya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, namun buku bisa dikembalikan, ujian anak-anak besok tidak terabaikan.




04 Maret 2009

Hanan Outbond

Hari ini Hanan tidak sekolah seperti biasanya. Kebetulan sesuai program sekolah, dia mengikuti outbond di kebun raya unmul Samarinda. Bagus sih untuk anak-anak, di situ dapat mendidik dan menumbuhkan keberanian, kekompakan, kepemimpinan, dan masih banyak lagi yang tentunya positif. Jangankan untuk anak-anak, orang tua pun yang nota bene sudah bekerja juga perlu kegiatan semacam ini. Selain untuk refreshing dari kegiatan rutin kantor, manfaatnya itu yang tentunya dicari. Setelah kegiatan, walau lelah tapi hati menjadi mak nyess... segar,.... semangat....., kerja bisa lebih produktif.

Kembali kepada outbondnya anakku itu, ia merasa senang katanya. Bisa bermain-main bareng dengan teman-teman dan gurunya di tempat yang juga belum pernah dikunjungi. Kebun raya unmul kan baru bagi dia, jadi rasa penasarannya tinggi. Ini juga bisa untuk melupakan sejenak kerinduannya terhadap adiknya (baca Hishnun). Maklum jarak umur keduanya tidak terlalu jauh, jadi sehari hari bisa jadi teman bermain. Kalau bersama kadang sering berantem, tapi kalau berpisah agak lama maka saling merindu, sering bertanya tentang saudaranya. Heboh lagi kalau mereka bicara melalui telepon, saling berteriak-teriak untuk mengungkapkan rindunya, seakan-akan bicara sendiri-sendiri, ingin berebut bicara tentang pengalamannya selama berpisah

03 Maret 2009

Minggu-minggu pertama di Samarinda

Awal-awal minggu pertama di Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman), aku punya target untuk dapat kontrakan yang katanya gampang-gampang susah untuk mendapatkannya. Ini terbukti, karena kesempatanku untuk jalan-jalan sendiri mengitari kota ini hanya hari sabtu dan minggu. sedangkan waktu yang lain hanya tersisa malam hari saja. Ini selain untuk mempermudah jika sewaktu-waktu istriku menyusul ke Samarinda, maka telah tersedia tempat yang layak untuk berteduh dan bermalam.

Selama aku belum mendapatkan kontrakan tersebut, sementara aku tinggal/kontrak kamar di rumah pak Suhandoyo bersama Hanan (anak tertuaku). Di sana juga ada temanku dahulu yang sama-sama di Jayapura namanya pak Sri Hartama. Lewat dialah aku dapat kontrakan kamar di tempat pak Suhandoyo. dahulu aku pesannya lewat telepon (di awal bulan januari-setelah aku dapat kabar pindah ke samarinda). Ya, memang lebih ekonomis demikian, jika dibandingkan jika sewaktu aku datang dan harus menginap di hotel terlebih dahulu. Biaya yang dua atau tiga hari di hotel bisa digunakan untuk satu bulan kontrak kamar.

Kurang lebih dua minggu aku tinggal di rumah pak Suhandoyo, karena sebetulnya kamar yang akan aku tempati sebetulnya akan ditempati oleh kerabatnya yang memang kebetulan ada kerjaan di sekitar tempat pak Suhandoyo tersebut. Namun karena aku tidak untuk tinggal dalam jangka waktu yang lama, maka aku diijinkan untuk tinggal di rumahnya sementara waktu sambil mencari kontrakan yang aku maksud. Ini kukira tidak lepas karena kebaikan hati pak Suhandoyo sekeluarga.

Selama dua minggu tersebut aku tiap hari sabtu dan minggu jarang di rumah karena jalan-jalan menyusuri Kota Samarinda. Kebetulan aku dipinjami motor oleh Pak Muchtar(kasi Vera KPPN samarinda), yang memang karena kebaikannyalah langkahku menjadi lebih panjang. Dengan motor pinjaman ini aku menyusuri setiap lorong-lorong kota hingga jalan-jalan besar. Konsentrasiku terarah ke sekitar kantorku yang terletak di jalan juanda dan bakal kantor istriku yang ada di jalan panglima M. Noor (daerah Sempaja). Berkali-kali aku berkeliling di dua tempat itu dan diantara kedua kantor tersebut. Sekitar jalan M yamin dan Jalan AW syahrani juga aku jelajahi. Selain hari-hari libur itu, juga pada selepas jam kantor aku juga menyempatkan diri untuk keliling kota, terutama jika ada rekan kantor yang beri informasi adanya tempat kontrakan. Ada pak Hardiyanto, ada pak Darsono, ada pak Sulardi, ada pak Sofyan, ada juga temanku dari Jayapura yang punyateman di Samarinda kasih kabar juga, termasuk temannya istriku di Jayapura kasih info juga. Semua informasi tersebut aku cek lokasinya.

Pernah suatu ketika ada informasi tempat kontrakan dan kebetulan anakku tidak ingin ikut serta untuk melihatnya karena ia ingin segera kembali ke tempat pak Suhandoyo bersama temanku (pak Sri Hartama). Waktu itu aku pergi bersama dengan pak Sofyan melihat tempatnya di sekitar jl. Kadri Oening, tetapi karena memang belum rejekinya, ketika kami sampai di tempat yang dituju ternyata tempat itu sudah diisi oleh penghuni baru yang sedang angkat-akngkat barang. Info ini sebenarnya dari saudaranya pak Sofyan yang bekerja di BPK Samarinda. Sewaktu kami mau meninggalkan tempat tersebut, kebetulan bertemu dengan saudaranya tersebut yang ternyata masih ada cadangan tempat incaran yang kebetulan masih belum selesai dibangun. Rumah tersebut di daerah jl. AW.Syahrani. Kami bertiga kemudian menuju tempat tersebut untuk bertemu dengan pemilik rumah. Setelah bertemu dengan tuan rumah, ternyata masih menggantung, ada dua pihak yang berkepentingan untuk rumah baru tersebut dan kedua-duanya harus menunggu keputusan dan menunggu selesainya dibangun bangunan tersebut.

Ketika pulang ke kantor, ternyata anakku masih berada di situ dan tertidur pulas di samping motor pinjaman dari pak Muchtar. Sepertinya terlambat mengikuti pak Sri Hartama dan kelelahan menungguku. Kasihan anakku ini (kata adikku...untung tidak hilang mas). Tapi aku salut terhadap anak pertamaku ini, ia tampaknya tegar menghadapi hal ini walaupun terpaksa. Sampai saat ini jarang-jarang dia mengeluh akan kondisi yang dialaminya saat ini.

Disamping aku mencari-cari kontrakan tersebut, aku juga ingin mengetahui lebih jauh tentang Kota samarinda ini. Kadang aku sendirian keluar dan kadang aku bersama anakku berkeliling kota. Yang kujadikan patokan saat itu hanya insting saja (katanya pak Sri Hartama jalannya tidak terlalu sulit, ketemu semua dan tidak akan nyasar). Kuturutin saja kata hatiku dan keinginanku, jika terdapat persimpangan jalan, sesukanya aku membelokkan motor pinjaman tersebut. Semakin jauh akan semakin tahu akan kota ini. Sebenarnya cara termudah dengan mencari peta kota dan berpedoman padanya,namun ini sengaja tidak kulakukan di awal-awal minggu tersebut beberapa saat setelah kujelajahi kota, barulah kubeli peta tersebut hanya sekedar ingin lebih dalam mengingatnya).

Suatu ketika aku sampai juga di masjid Islamic Center yang katanya merupakan masjid termegah se asia( iya kali...). Kalau dilihat dari bentuk bangunannya, mengingatkan aku akan Masjidil Haram (walau aku belum pernah ke sana...) yang kulihat di gambar-gambar. Mungkin itu juga yang jadi motivasi pendirian masjid tersebut. Hanya sayangnya lingkungannya belum sempurna betul tatanannya. Tumbuhan dan rumpun yang berada di halamannya belum tumbuh sempurna. Andaikan rumput telah kelihatan hijau dan pohon-pohon palemnya telah banyak daunnya, sungguh sangat terlihat indahnya masjid tersebut.