27 April 2009

Tak seindah yang ia harapkan

Setelah kurang lebih 3,5 tahun dia tidak pulang ke rumah mengunjungi istri dan anak-anaknya di Kabupaten Kebumen, dia bertekad pulang kali ini dengan harapan yang tinggi. Pekerjaan sehari-hari sebagai pekerja bangunan tidak memungkinkannya untuk mengumpulkan uang dalam jumlah besar di Kota Batam. Namun kerinduannya kepada anak dan istrinya yang telah terkubur sekian lama tidak dapat dibiarkannya berlalu begitu saja.

Akhirnya ia memaksakan diri untuk berangkat pulang ke kampung halamannya menggunakan pesawat udara. Ternyata pesawat tujuan Jogjakarta yang akan ia naiki ditunda dalam waktu yang cukup lama. Bukan main gundahnya ia, akhirnya ia memilih alternatif lain yaitu beralih tujuan ke Jakarta. Maka terbanglah ia ke Jakarta dan tiba sekitar pukul 10 malam.
Perubahan tujuan terbang tersebut setidaknya menjadikan ia sedikit panik, dan kondisi itu ternyata dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang ada di kota besar itu. Keluar dari bandara Cengkareng, ia langsung ditempel tukang-tukang ojek, dan karena ia dalam keadaan bingung demikian, tanpa pikir panjang ia mengikuti saja tawaran sang tukang ojek tersebut. Malang nasibnya, ternyata di malam itu dia dibawa ke Terminal bus Lebak Bulus dan langsung diterima oleh lima orang preman setempat. Ia disekap dan uang hasil jerih payah sekitar 3 tahun lebih yang ia kumpulkan digasak seluruhnya. Hingga isi dompetnya sama sekali ludes. Naasnya lagi ketika itu sebenarnya tidak terlalu sepi, tapi manusia-manusia yang ada di sekelilingnya sama sekali tidak bereaksi atas kejadian tersebut walau sebenarnya mereka melihatnya. Demikianlah yang dinamakan kota besar. Mungkin harus demikiankah?
Uang yang 4,8 juta raib, yang tersisa hanya sekitar 200 ribu yang memang terpisah dari dompet yang ia bawa. Pikirannya sudah bermacam-macam, bagaimana cara ia akan sampai ke kampung halaman, bagaimana ia menerangkan keadaan ini ke keluarganya, bagaimana tanggapan mereka terhadapnya atas hal ini. Harapan-harapan akan kepulangannya kali ini punah, yang timbul hanyalah trauma yang mendalam akan kejadian itu. Akhirnya malam itu bermalam di pos polisi yang ada untuk menenangkan diri dan memutuskan untuk pulang menggunakan kereta yang juga belum pernah ia naiki. sebelum pergi ke stasiun pasar senen, ia juga memberikan uang 50 ribu pada polisi yang jaga di situ. bukan suatu keharusan sih, tapi ia merasa sungkan telah berlindung di situ kalau hanya cuma-cuma. Jadi kira-kira uang yang sisa tinggal 150 ribu. Sampai di Stasiun pasar senen, sebenarnya ia juga ingin segera berangkat dengan kereta yang paling awal yang turun di Kebumen. Saking paniknya sampai-sampai tidak sempat memperhatikan tulisan-tulisan yang terpampang sebagai petunjuk pada calon penumpang.
Demikian tadi sepenggal kisah yang diceritakan oleh yang bersangkutan. Apa yang akan anda lakukan jika anda mendengar kisah tersebut dari orang pertama? Apakah.....,Apakah.....
dari kisah ini aku jadi ingat akan pesan seorang dosenku " JANGAN MENARUH TELUR DALAM SATU KERANJANG"

07 April 2009

Menjelang Pemilu 9 April 2009

Kamis besok, tanggal 9 April 2009 bertepatan dengan hari pemilu aku berencana pergi ke Jayapura untuk menjemput istri dan anak-anakku yang dua lagi yang masih di sana. Sementara anakku yang besar terpaksa dengan rela aku tinggal di Samarinda terlebih dahulu bersama teman kantorku (pak Sri Hartama). Ini karena anakku tersebut juga selain tidak terlalu cengeng, dia juga merasa lebih enjoy jika di Samarinda (dah betah kali...). Hal ini tidak lepas juga karena aku ke Jayapura hanya untuk menjemput dan tidak akan berlama-lama di sana, selain aku tidak ambil cuti, di kantorpun sementara pejabat lain pada ambil cuti berkaitan dengan libur yang agak panjang sehubungan dilaksanakannya pemilu. Aku merasa kasihan juga jika anakku yang besar kuajak, tentunya dia akan sangat capek menempuh perjalanan tersebut. Dan juga tentunya beban biaya juga akan semakin besar jika dia ikut menjemput ibu dan adik-adiknya.

Sebagai warga negara yang baik, tentunya keberangkatanku itu setelah aku menyalurkan hakku untuk memilih para calon-calon legislatif yang sedang berlaga besok. Pilihannya yang jelas telah masuk dalam perhitunganku. Sebagai masyarakat pasti kita sedikit banyak tahu akan kualitas mereka-mereka atau partai-partai itu. Sehingga secara bodohnya, tidak sulit untuk memilih mana yang berkualitas dari sekian banyak caleg-caleg partei yang sekian banyak itu.

Indonesia ke depan akan ditentukan oleh pilihan anda. Jika anda keliru dalam memilih, itu artinya sama dengan anda turut andil dalam menjerumuskan negara ini dalam kemunduran, keterbelakangan, dan tidak ingin melihat Indonesia yang lebih baik. Apalagi jika golput, sama dengan tidak berpijak di bumi. ingin melihat perubahan ke arah kemajuan,tapi tidak ingin ikut andil menentukannya. Ingin berhasil tapi tidak ingin berusaha. Yang jelas diantara yang baik, pasti ada yang paling baik dan diantara yang buruk tentu ada yang tingkat keburukannya paling sedikit. Dari sini saja sebenarnya dapat disimpulkan bahwa kalau ingin perubahan kita harus turut serta dalam pemilu mendatang dengan memilih mereka-mereka/partai/partai yang paling baik atau yang tingkat keburukannya paling sedikit. Ini bukan kampanye lho. Tapi hanya sekedar mengingatkan untuk tujuan murni berbangsa dan bernegara.

02 April 2009

Sikap mandiri dan bertanggung jawab

Semenjak aku dan anak pertamaku berdua berada di kota TEPIAN ini(kira-kira hampir 3 bulan)setidaknya banyak perkembangan yang terjadi terhadap anakku, dan tentunya juga buatku. Setidaknya selain anakku bertambah usianya, juga karena dipaksa oleh keadaan yang ada sehingga dia bisa bersikap mandiri dan lebih dewasa.

Sebenarnya ini bukan hal pertama yang kami alami. Jadi sudah tidak asing lagi bagiku dan anak-anak untuk menjalani kehidupan yang demikian. Pertama kali ketika tinggal di Jayapura, aku sekitar 2 bulan lebih hanya berdua dengan anak pertamaku. Pasalnya ketika itu istriku yang sedang mengandung anak ketiga sedang di jawa untuk menunggu berita dari instansi pusat tempat dia bekerja berkaitan dengan pemberkasan sebagai pegawai.
Yang lain lagi ketika aku juga harus bertiga dengan kedua anakku di Jayapura, ketika istriku harus ikut dalam prajabatan yang diadakan di Makassar. waktu itu malah lebih repot lagi, selain aku repot dengan kedua anak-anakku yang masih kecil, istriku juga repot karena dalam prajab itu ia membawa anak ketigaku yang masih berumur 2,5 bulan. Walau sudah membawa serta pengasuh anak, namun posisi seorang ibu waktu usia bayinya seperti itu memang agak sulit untuk digantikan.

Di Samarinda ini, mungkin bagi anakku yang pertama sudah lebih terbiasa. Sampai hampir tiga bulan ini, dia sama sekali tidak pernah merajuk lagi, apalagi menangis. Sepertinya ia sudah merasa terbiasa terhadap keadaan yang memang harus dijalani oleh kedua orang tuanya. Memang sih hal ini tidak terlepas dengan komunikasi yang kami bangun dari jauh, dari dua pulau besar yang ada di Indonesia ini(papua dan kalimantan). Setidaknya rasa rindu bisa terobati dengan komunikasi melalui telepon.

Keseharian anak petamaku memang sudah lebih dewasa, walau usianya baru 7 tahun lebih dikit. Dia sudah terlihat mandiri, mulai makan, mandi, belajar, sholat dan bermain sekalipun, dia sudah bisa mengatur waktu. Tidak perlu lagi diingatkan berkali-kali untuk suatu hal. Demikian juga di sekolah, para guru yang juga baru dikenalnya juga banyak komentar tentang kemandirian dan tanggung jawab anakku. Ini mungkin juga tak lepas dari sifat anakku yang memang kulihat mudah dalam bergaul. Ketika belum ada seminggu, dia sudah bisa bermain hampir dengan semua temannya, walaupun belum semuanya dia tau namanya. Demikian juga ketika di rumah, ia juga cepat punya teman bermain. Ini juga yang dapat mengalihkan perhatiannya terhadap jauhnya ibu dan adik-adiknya.

Beberapa hari belakangan anakku ini malah ketika waktu maghrib dia berangkat sendiri ke masjid menggunakan sepedanya dan pulangpun demikian. Sebelumnya jika maghrib ia bersamaku perginya, maklum jarak dari kontrakan ke masjid sekitar 500m dan ada jalan tanjakan dan turunan yang agak curam. Tapi karena ia ingin demikian, maka dari awal sudah kuwanti-wanti untuk berhati-hati dalam perjalanan dan tak lupa untuk berdoa.Setidaknya ini bisa untuk melatih dia dalam hal tanggung jawab dan kemandirian.